Mau Cari Info kok Susah

Potret dari buruknya sistem database mengenai situs-situs purbakala terlihat jelas hari ini. Saya mengunjungi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kediri yang jaraknya jauh sekali dari tempat menginap. Lokasinya berada di dekat Universitas Kadiri. Di kompleks ini pula terdapat Museum Airlangga dan Objek Wisata Gua Selomangleng.

Pukul 09.00 pagi suasana di kompleks kantor ini tampak senyap. Hanya beberapa orang berkumpul di ruang Tata Usaha. Entah apa yang diobrolkan sampai kami datang dan memberikan mereka pekerjaan. Beginilah sistem kerja Pegawai Negeri Sipil. Seolah-olah menunggu jam pulang dengan bersantai-santai adalah sebuah rutinitas monoton.

Trunojoyo, bangsawan Madura itu menuntun kami pagi ini kemari untuk melacak jejak pertahanannya di Kediri. Untuk alasan itu pula kami harus menunggu cukup lama untuk narasumber yang ternyata juga tidak memberikan jalan keluar sama sekali. Ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sepertinya perlu minimal seorang arkeolog di instansi ini. Saya tidak bermaksud promosi tapi begitulah kenyataan di lapangan. Instansi yang seharusnya menguasai potensi daerahnya malah memberikan tanda tanya baru.

Tidak mendapatkan hasil di instansi ini, kami tak patah arang. Dengan moda transportasi ala Into the Wild kami menuju alun-alun Kota Kediri. Keberuntungan rupanya memang belum berada di pihak kami. Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri sedang dalam renovasi. Renovasi pun dijadikan alasan para pegawai untuk tidak masuk kerja alias meliburkan diri. Saya yakin fenomena seperti ini hanya dijumpai di negara-negara yang belum bisa menghargai aset sejarah bangsa.

Trunojoyo dan bentengnya tak pernah terlacak oleh kami hampir seharian ini. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke Ngawi. Dengan prospek yang lebih jelas. Bis Dahlia Indah pun mengantarkan kami ke kota Ngawi. Terminal yang sepi mengantar kepergian kami dari Kediri.

Di tengah perjalanan puluhan pedagang silih berganti menjajakan makanan di atas bis. Mulai dari tahu, telur puyuh, getuk pisang, mizon, aqua, wingko babat, brem, ikat pinggang, sale pisang, dan masih banyak lagi. Membuat otak senut-senut dan konsentrasi berkurang. Padahal saya tak mendengar apapun yang mereka teriakkan. Hanya membaca gerakan bibir karena saya sedang mendengarkan musik. Beginilah transportasi dengan bayaran yang murah. Pelayanan yang didapatkan pun tak jauh dari kesan murah. Namun begitu hanya moda transportasi seperti ini yang paling logis dengan keadaan kocek saya. Mau apa lagi? He..he..he…

Hotel Wahyu, Ngawi
19/12/2008
10:43 PM

Comments

Popular Posts