Being 24th
24. Akhirnya saya memasuki titik ini. 24. Saya tak begitu suka hitung menghitung. Pelajaran matematika saya mempunyai sejarah yang tidak mengenakkan. Lalu bagaimana saya tahu apa artinya 24? Untuk sebuah hitungan yang sangat sederhana, dua ditambah empat sama dengan enam. Dua dikurang empat sama dengan minus dua. Dua dikali empat sama dengan delapan. Dua dibagi empat sama dengan setengah. Lalu??? Sepertinya memang bukan jodoh saya untuk bertualang di dalam angka. Yang pasti, saya berada di titik ini, titik 24, hari ini.
Lalu apa artinya 23 tahun yang lalu, sebelum saya menginjak 24? Apa-apa saja yang sudah saya lakukan. Hmmm, saya nyaris belum menghasilkan karya apapun. Ternyata itu membuat saya kecewa. Kecewa dengan diri sendiri? Ya..itulah saya.
Saya hanya tahu, hari ini, saya sangat bersyukur sekali dengan Tuhan (pemberi nafas kehidupan). Mungkin selama ini saya selalu dicap sekuler. Tak mengapa, bukan sebuah persoalan yang menguras otak layaknya memikirkan negara. Citra sekuler bukan berarti membuat saya tak mengakui Tuhan. Hanya saja sampai detik ini saya masih dalam proses pencarian titik dimana saya merasa dekat sekali dengan Tuhan. Hingga saat ini saya masih belum menemukan titik itu. Tapi saya yakin, Tuhan berbaik hati menunggu saya.
Hmmm...tak usahlah malam ini terlalu banyak menyinggung persoalan keyakinan. Saya hanya ingin berterimakasih kepada Tuhan. Atas semua detak yang Dia pinjamkan kepada saya. Untuk lingkungan dan keluarga yang Dia titipkan kepada saya. Saya sangat berterimakasih untuk itu. Tak perlu pula saya meratapi kekecewaan saya terhadap diri selama 23 tahun belakangan ini. Saya akan berkompromi dengan diri saya sendiri untuk menjadikan masa lalu mentok sebagai kaca spion saja. Tak usah terlalu lama dilihat, karena hasilnya akan terjadi sebuah kecelakaan. Dan, saya tak ingin itu terjadi.
Di titik 24 ini, hampir seperempat abad saya berdiri di atas bumi yang mulai mengkerut ini. Sebelum genap menjadi 25, saya ingin bermimpi untuk satu tahun ke depan. Mimpi untuk bisa backpacking ke Sumatera Barat bersama sahabat terbaik saya. Mimpi untuk bisa mempelajari banyak hal, buaaaaaaanyak hal. Semuanya ingin saya coba. Mimpi untuk sebuah pekerjaan yang membuat saya jatuh cinta di dalamnya. Mimpi untuk perjalanan jauh ke negeri seberang, negeri dimana butir-butir keringat bangsa ini disulap menjadi sebuah dam raksasa -yang membuat mereka tetap merasakan daratan hingga hari ini-. Saya juga akan bermimpi tentang keadaan damai, berdamai dengan diri saya sendiri dan berdamai dengan teman-teman saya. Saya ingin mengenal banyak orang, tidak lagi memasang tampang apatis pada titik 24 ini. Yang terakhir, saya ingin menambahkan warna dalam hidup saya. Jadi tidak sekedar merah, biru, hitam, abu-abu, oranye, jingga. Tapi ada juga percampuran cokelat dan merah, atau kuning dan hijau. Saya ingin melihat dunia saya lebih berwarna lagi.
Sekali lagi Tuhan, terimakasih juga untuk hujan yang Kau kirim malam ini.
Lalu apa artinya 23 tahun yang lalu, sebelum saya menginjak 24? Apa-apa saja yang sudah saya lakukan. Hmmm, saya nyaris belum menghasilkan karya apapun. Ternyata itu membuat saya kecewa. Kecewa dengan diri sendiri? Ya..itulah saya.
Saya hanya tahu, hari ini, saya sangat bersyukur sekali dengan Tuhan (pemberi nafas kehidupan). Mungkin selama ini saya selalu dicap sekuler. Tak mengapa, bukan sebuah persoalan yang menguras otak layaknya memikirkan negara. Citra sekuler bukan berarti membuat saya tak mengakui Tuhan. Hanya saja sampai detik ini saya masih dalam proses pencarian titik dimana saya merasa dekat sekali dengan Tuhan. Hingga saat ini saya masih belum menemukan titik itu. Tapi saya yakin, Tuhan berbaik hati menunggu saya.
Hmmm...tak usahlah malam ini terlalu banyak menyinggung persoalan keyakinan. Saya hanya ingin berterimakasih kepada Tuhan. Atas semua detak yang Dia pinjamkan kepada saya. Untuk lingkungan dan keluarga yang Dia titipkan kepada saya. Saya sangat berterimakasih untuk itu. Tak perlu pula saya meratapi kekecewaan saya terhadap diri selama 23 tahun belakangan ini. Saya akan berkompromi dengan diri saya sendiri untuk menjadikan masa lalu mentok sebagai kaca spion saja. Tak usah terlalu lama dilihat, karena hasilnya akan terjadi sebuah kecelakaan. Dan, saya tak ingin itu terjadi.
Di titik 24 ini, hampir seperempat abad saya berdiri di atas bumi yang mulai mengkerut ini. Sebelum genap menjadi 25, saya ingin bermimpi untuk satu tahun ke depan. Mimpi untuk bisa backpacking ke Sumatera Barat bersama sahabat terbaik saya. Mimpi untuk bisa mempelajari banyak hal, buaaaaaaanyak hal. Semuanya ingin saya coba. Mimpi untuk sebuah pekerjaan yang membuat saya jatuh cinta di dalamnya. Mimpi untuk perjalanan jauh ke negeri seberang, negeri dimana butir-butir keringat bangsa ini disulap menjadi sebuah dam raksasa -yang membuat mereka tetap merasakan daratan hingga hari ini-. Saya juga akan bermimpi tentang keadaan damai, berdamai dengan diri saya sendiri dan berdamai dengan teman-teman saya. Saya ingin mengenal banyak orang, tidak lagi memasang tampang apatis pada titik 24 ini. Yang terakhir, saya ingin menambahkan warna dalam hidup saya. Jadi tidak sekedar merah, biru, hitam, abu-abu, oranye, jingga. Tapi ada juga percampuran cokelat dan merah, atau kuning dan hijau. Saya ingin melihat dunia saya lebih berwarna lagi.
Sekali lagi Tuhan, terimakasih juga untuk hujan yang Kau kirim malam ini.
Comments