Selamat Datang di Jakarta



Hmmmmm....tanpa persiapan apa pun, akhirnya saya sampai juga di kota ini. Malam ini adalah malam kelima saya di Jakarta. Rasanya antara percaya dan tidak karena semua berjalan tanpa terencana. Besok adalah hari keenam saya disini. Meski begitu saya belum sempat mencicipi apa yang namanya Jakarta karena seharian saya berada di tempat yang nyaman. Bebas dari panas dan terutama rasa lapar. Dan, jika ditanya: "Nu, udah kebukti rung kerase urip nang Jakarta?", saya pasti akan jawab dengan gelengan kepala. Ckckckck, yup, itulah yang terjadi. Hampir seminggu saya di sini, nyaris belum menemukan soulnya Jakarta. Kecuali pada satu malam. Saya lupa malam keberapa. Yang jelas saat itu saya bersama Mas Tinus dan Devit pergi ke luar untuk membeli beberapa keperluan (baca:rinso, molto, pepsodent..lho lho lho,,kok menyebut merk). Alangkah takjubnya ketika saya tidak dapat menemukan Indomaret di daerah ini (Senayan maksudnya). Padahal ketika di Jogja, Indomaret begitu fenomenal karena menyebar ke seluruh pelosok kota bak jamur di musim hujan (musim kemarau juga bisa). Namun yang saya jumpai malam itu adalah kenyataan yang berbeda jauh. Jangan bermimpi ada Indomaret di daerah sepenting Senayan. Hak hak hak. Akhirnya kami masuk ke Carrefour (lupa carrefour yang mana). Dan...lagi-lagi saya dibuat takjub dengan menyaksikan banyak sekali manusia di dalamnya. Sumpah....rasanya tidak berada di dunia ketiga. Semua orang belanja dengan muka senang. Ambil dan pilih barang dan langsung membayar di kasir tanpa beban. Saya pun hanya bisa terplenga plengo. Bukan hal penting sebenarnya, hanya saja hal itu jarang sekali saya temui di Jogja. Pyuhhh...Apalagi ketika saya menunggu dua orang teman di stand permainan anak-anak. Senang sekali melihat mereka bebas memilih mainan yang mereka sukai. Lalu orang tua mereka akan membeli koin dan....sudah bisa ditebak selanjutnya. Para orang tua bersama anak-anaknya larut dalam kebahagiaan. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Saya hanya ingin bercerita tentang hal-hal yang saya tangkap. Di Jakarta ini, saya begitu kecil. Persis sekali dengan orang desa yang "gumon" dengan gemerlap lampu yang menyatu dengan gedung-gedung tinggi. Biasa, pemandangan seperti itu hanya bisa saya lihat di pilem-pilem saja. Well...selamat datang di Jakarta, begitu ucap hati kecil saya kepada diri saya sendiri. Kota yang selama ini melekat di kepala karena penasaran untuk bisa menaklukkannya. Disamping itu juga menjadi kota yang sangat saya benci karena banyak luka yang ditorehkan oleh manusia-manusia di dalamnya.

Comments

Popular Posts