Kulik Kulik Museum POLRI
Kepolisian RI memang jauh dari pandangan yang positif. Namun, cobalah berkunjung ke Museum POLRI, siapa tahu pandangan kita akan berubah.
Berawal dari rasa penasaran karena cerita seorang teman, maka Sabtu (19/03) lalu saya bersama beberapa orang teman pergi berkunjung ke Museum POLRI. Museum ini cukup fenomenal dalam pandangan saya karena mampu menyediakan pojok khusus untuk anak-anak. Hal itu merupakan sesuatu yang jarang terjadi di museum-museum di Indonesia. –mungkin ini kali pertama.
Museum ini terlihat sudah mempunyai konsep yang jelas. Terdiri dari tiga lantai, tiap lantainya dibagi lagi ke dalam bagian-bagian yang menampilkan informasi sesuai dengan alur cerita yang telah dibuat. Jarang betul museum bisa seperti ini. Kemungkinan besar seorang ahli museologi atau yang terkait dengan bidang permuseuman telah dilibatkan dalam penciptaan museum ini. Menurut cerita yang saya dengar, keadaan museum ini sebelum 2008 kondisinya jauh sekali dengan yang bisa disaksikan sekarang ini.
Begitu masuk ke dalam museum, saya langsung disambut oleh beberapa orang di meja resepsionis. Saya menitipkan kartu identitas kemudian menyimpan barang bawaan ke dalam loker yang telah disediakan. Sebuah komputer layar sentuh langsung mengantarkan saya untuk memahami konsep yang disajikan oleh museum.
Di lantai satu terdapat beberapa kendaraan operasional POLRI, yang boleh dinaiki tentunya. Ada sebuah mobil yang dilengkapi dengan alat navigasi canggih. Mobil ini adalah mobil yang sering saya jumpai berpatroli di jalan-jalan utama ibukota. Ada juga motor Harley Davidson WLA dan Zundapp, juga sepeda onthel untuk patroli. Kedua motor itu juga boleh dinaiki lho. Selain itu dipaparkan juga peralatan-peralatan yang digunakan oleh polisi dalam melaksanakan tugasnya. Peralatan seperti helm besi –ternyata berat banget- dan perisai boleh dipinjam sebentar untuk aksesori bagi yang hobi foto-foto.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke lantai dua, pengunjung disuguhi puluhan pernyataan dari para petinggi POLRI, sejak jamannya Hoegeng sampai Da’I Bachtiar. Di sini kita juga akan mendengar langsung suara mereka lewat sebuah rekaman yang bisa dipilih sendiri.
Inilah yang saya tunggu-tunggu, pojok untuk anak-anak di lantai dua. Pojok ini memainkan warna-warna ceria yang pasti memikat anak-anak. Disediakan pula seragam polisi yang bisa dikenakan selama anak-anak bermain di area ini. Mural-mural di dinding berisikan beragam permainan strategi seperti permainan “Menemukan Pencuri” dan permainan “Detektif Cilik.” Komik-komik, alat mewarnai, pistol-pistolan, dan mobil-mobilan juga disediakan di sini. Pokoknya saya paling betah berada di pojok untuk anak-anak ini.
Ada dua display yang menarik menurut saya di lantai dua ini. Kedua display itu memuat lirik lagu hymne dan mars kepolisian RI. Menjadi menarik karena setelah saya terkagum-kagum dengan perjalanan saya di dalam museum ini, saya dihadapkan pada sebuah display yang tak jelas maksudnya. Mungkin akan menjadi jelas ketika ada perangkat audio yang disandingkan dengan display ini. Semacam pelengkap yang justru menciptakan suasana interaktif dengan pengunjung. Barangkali ada pengunjung yang berminat karokean. Akan cukup lumayan untuk menyebarluaskan lagu-lagu berjiwa patriotisme seperti itu, bukan?
Beranjak ke lantai tiga. Di lantai ini display yang ditampilkan menjadi sedikit kurang menarik –khusus untuk bagian tengah-. Tema yang diangkat tidak terlalu menarik perhatian saya, tentang terorisme. Yang ditampilkan sebagian besar berupa poster-poster saja. Yang sedikit menarik adalah maket rekonstruksi Bom Bali beserta sisa-sisa bom rakitan yang digunakan untuk aksi terorisme itu. Lumayan lah, saya jadi tahu bahwa “insinyur” bom rakitan itu menggunakan unsur baterai yang biasanya saya gunakan untuk membuat jam dinding bekerja dengan baik.
Saya tak berlama-lama memandangi maket rekonstruksi itu. Seorang teman mengajak saya untuk menyaksikan sebuah film pendek di dalam ruang audio visual, masih di lantai tiga. Di dalam ruangan ini, kursi-kursi hampir sekelas bioskop XXI disediakan untuk para pengunjung. Rasanya seperti berada di dalam Home Theatre dengan fasilitas ekstra.
Museum ini terlihat sudah mempunyai konsep yang jelas. Terdiri dari tiga lantai, tiap lantainya dibagi lagi ke dalam bagian-bagian yang menampilkan informasi sesuai dengan alur cerita yang telah dibuat. Jarang betul museum bisa seperti ini. Kemungkinan besar seorang ahli museologi atau yang terkait dengan bidang permuseuman telah dilibatkan dalam penciptaan museum ini. Menurut cerita yang saya dengar, keadaan museum ini sebelum 2008 kondisinya jauh sekali dengan yang bisa disaksikan sekarang ini.
Begitu masuk ke dalam museum, saya langsung disambut oleh beberapa orang di meja resepsionis. Saya menitipkan kartu identitas kemudian menyimpan barang bawaan ke dalam loker yang telah disediakan. Sebuah komputer layar sentuh langsung mengantarkan saya untuk memahami konsep yang disajikan oleh museum.
Di lantai satu terdapat beberapa kendaraan operasional POLRI, yang boleh dinaiki tentunya. Ada sebuah mobil yang dilengkapi dengan alat navigasi canggih. Mobil ini adalah mobil yang sering saya jumpai berpatroli di jalan-jalan utama ibukota. Ada juga motor Harley Davidson WLA dan Zundapp, juga sepeda onthel untuk patroli. Kedua motor itu juga boleh dinaiki lho. Selain itu dipaparkan juga peralatan-peralatan yang digunakan oleh polisi dalam melaksanakan tugasnya. Peralatan seperti helm besi –ternyata berat banget- dan perisai boleh dipinjam sebentar untuk aksesori bagi yang hobi foto-foto.
Display ciamik di lantai satu
Sejarah kepolisian RI diceritakan melalui diorama yang sederhana namun mampu menggambarkan proses perjalanan lembaga yang merupakan abdi utama nusa dan bangsa ini. Ternyata mereka berawal dari sebuah padepokan yang kemudian berevolusi menjadi bentuk yang seperti sekarang ini.Sebelum melanjutkan perjalanan ke lantai dua, pengunjung disuguhi puluhan pernyataan dari para petinggi POLRI, sejak jamannya Hoegeng sampai Da’I Bachtiar. Di sini kita juga akan mendengar langsung suara mereka lewat sebuah rekaman yang bisa dipilih sendiri.
Inilah yang saya tunggu-tunggu, pojok untuk anak-anak di lantai dua. Pojok ini memainkan warna-warna ceria yang pasti memikat anak-anak. Disediakan pula seragam polisi yang bisa dikenakan selama anak-anak bermain di area ini. Mural-mural di dinding berisikan beragam permainan strategi seperti permainan “Menemukan Pencuri” dan permainan “Detektif Cilik.” Komik-komik, alat mewarnai, pistol-pistolan, dan mobil-mobilan juga disediakan di sini. Pokoknya saya paling betah berada di pojok untuk anak-anak ini.
Ada dua display yang menarik menurut saya di lantai dua ini. Kedua display itu memuat lirik lagu hymne dan mars kepolisian RI. Menjadi menarik karena setelah saya terkagum-kagum dengan perjalanan saya di dalam museum ini, saya dihadapkan pada sebuah display yang tak jelas maksudnya. Mungkin akan menjadi jelas ketika ada perangkat audio yang disandingkan dengan display ini. Semacam pelengkap yang justru menciptakan suasana interaktif dengan pengunjung. Barangkali ada pengunjung yang berminat karokean. Akan cukup lumayan untuk menyebarluaskan lagu-lagu berjiwa patriotisme seperti itu, bukan?
Beranjak ke lantai tiga. Di lantai ini display yang ditampilkan menjadi sedikit kurang menarik –khusus untuk bagian tengah-. Tema yang diangkat tidak terlalu menarik perhatian saya, tentang terorisme. Yang ditampilkan sebagian besar berupa poster-poster saja. Yang sedikit menarik adalah maket rekonstruksi Bom Bali beserta sisa-sisa bom rakitan yang digunakan untuk aksi terorisme itu. Lumayan lah, saya jadi tahu bahwa “insinyur” bom rakitan itu menggunakan unsur baterai yang biasanya saya gunakan untuk membuat jam dinding bekerja dengan baik.
Saya tak berlama-lama memandangi maket rekonstruksi itu. Seorang teman mengajak saya untuk menyaksikan sebuah film pendek di dalam ruang audio visual, masih di lantai tiga. Di dalam ruangan ini, kursi-kursi hampir sekelas bioskop XXI disediakan untuk para pengunjung. Rasanya seperti berada di dalam Home Theatre dengan fasilitas ekstra.
Museum POLRI, mungkin sebagian besar orang akan malas berkunjung ke sini begitu mendengar nama itu, POLRI. Kepolisian yang identik dengan hal-hal yang berbau negatif, entah itu korupsi, kekerasan, penyelewengan, pelayanan yang tidak memuaskan, dan masih banyak lagi. Saya pun masuk ke dalam satu dari banyak orang itu, Saya teramat malas dengan hal-hal yang berbau militer, termasuk polisi. Tapi karena cerita yang begitu menggiurkan dari seorang teman maka berangkatlah saya ke sini. Dan memang betul, ketika saya menjadi anak-anak yang bebas dari pemberitaan mengenai kinerja kepolisian, di museum ini pula saya akan berikrar bahwa menjadi polisi adalah cita-cita saya.
Museum ini mengemas koleksinya dengan amat baik. Interiornya didesain sedemikian rupa sehingga sedap dipandang mata. Kesan seram dan angker yang selama ini lekat dengan museum sirna begitu saya memandang koleksi-koleksi yang disapu dengan pencahayaan yang menimbulkan kesan hangat, seperti berada di rumah sendiri. Debu? Hampir tidak saya jumpai di sini. Fasilitas yang dimiliki museum juga sudah mendekati standar ICOMOS (International Council on Monuments and Sites). Ada toilet yang super bersih, ada meja resepsionis, loker tempat penitipan barang, perpustakaan, ruang untuk tempat pertemuan, kantin, dan ruang audio visual. Meskipun demikian saya belum menjumpai jalur untuk pengunjung yang berkebutuhan khusus.
Terlepas dari kurang dan lebihnya, museum POLRI sudah melakukan upaya maksimal dalam menerapkan pendekatan baru. Mereka mencoba menggunakan pendekatan “Museum Baru” dalam menceritakan dunia kepolisian di Indonesia. Tidak melulu terfokus pada koleksi namun sudah mulai mengajak pengunjung bermain pada ranah berpikir ulang mengenai makna di balik semua koleksi-koleksi itu.
Potongan realita lainnya bisa dilihat di:
https://picasaweb.google.com/minoritaskiri/19Maret2011#
Museum POLRI
Waktu kunjungan
Buka : Selasa - Minggu
Jam : 09.00 - 16.00
Tiket: Rp 0,- (Gratis)
Museum ini mengemas koleksinya dengan amat baik. Interiornya didesain sedemikian rupa sehingga sedap dipandang mata. Kesan seram dan angker yang selama ini lekat dengan museum sirna begitu saya memandang koleksi-koleksi yang disapu dengan pencahayaan yang menimbulkan kesan hangat, seperti berada di rumah sendiri. Debu? Hampir tidak saya jumpai di sini. Fasilitas yang dimiliki museum juga sudah mendekati standar ICOMOS (International Council on Monuments and Sites). Ada toilet yang super bersih, ada meja resepsionis, loker tempat penitipan barang, perpustakaan, ruang untuk tempat pertemuan, kantin, dan ruang audio visual. Meskipun demikian saya belum menjumpai jalur untuk pengunjung yang berkebutuhan khusus.
Terlepas dari kurang dan lebihnya, museum POLRI sudah melakukan upaya maksimal dalam menerapkan pendekatan baru. Mereka mencoba menggunakan pendekatan “Museum Baru” dalam menceritakan dunia kepolisian di Indonesia. Tidak melulu terfokus pada koleksi namun sudah mulai mengajak pengunjung bermain pada ranah berpikir ulang mengenai makna di balik semua koleksi-koleksi itu.
Potongan realita lainnya bisa dilihat di:
https://picasaweb.google.com/minoritaskiri/19Maret2011#
Museum POLRI
Jalan Trunojoyo
Jakarta 12110, Indonesia
(021) 721 0654Waktu kunjungan
Buka : Selasa - Minggu
Jam : 09.00 - 16.00
Tiket: Rp 0,- (Gratis)
Comments
nama saya andi achdian...saya sedang menyusun tulisan ttg museum polri (kebetulan saya yang membuatnya), dan pada bagian akhir ingin saya coba angkat soal manfaatnya...
saya mohon ijin untuk mengutip uraian anda. ada dua bagian yang sudah saya buat (sebagai rangsang awal tulisan utuh), mungkin bila tertarik silakan dilihat di andiachdian.wordpress.com
saya juga tertarik dengan uraian2 anda soal hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari...menarik buat saya. salut.
salam,
andi achdian
Silakan digunakan jika memang bisa membantu Anda. Senang bisa membantu, :D