Jejak Napoleon di Benteng Karang Bolong: Perjalanan Menuju Tiga Benteng Cilacap (Bagian III)

Dalam kepungan hutan saya mencoba memanggil kesibukan di Benteng Karang Bolong ke masa hampir 200 tahun yang lalu. Adakah jejak Napoleon itu begitu terasa di sini?

Rumor yang beredar mengatakan bahwa armada Inggris (The British East India Company) telah merapat di pelabuhan Cilacap. Mereka membeli kopi, indigo, dan mutiara di Cilacap. Rumor ini membuat para pejabat VOC di Batavia kebakaran jenggot dan segera mengutus satu armada khusus untuk menyelidiki perairan di sekitar Nusa Kambangan pada 1739. Ternyata armada Inggris saat itu berlabuh hanya untuk mengambil kebutuhan air tawar.

Pada masa kemudian yaitu 1812-1816, Inggris diketahui membangun sebuah benteng kecil di Nusa Kambangan untuk merespon kehadiran bajak laut di perairan Nusa Kambangan. Lalu pada 1816, benteng itu jatuh ke tangan Belanda. Selanjutnya oleh Belanda benteng itu diganti dengan sebuah benteng yang lebih kokoh antara 1833 dan 1855. Benteng itu dilengkapi dengan 80 pon meriam. Bersamaan dengan itu juga dibangun sebuah benteng kedua yang lebih kecil di Banjoe Njapa (Klingker). Keduanya merupakan sistem pertahanan pesisir di Hindia Belanda yang dibangun dengan sentuhan seni. Pengerjaan benteng ditangani oleh kontraktor swasta, sementara pekerjanya merupakan buruh paksa yang terdiri dari para narapidana.

Terbayang ramainya suasana saat membangun benteng ini. Para pekerja dibagi berkelompok untuk menggali parit, memapras bukit, mengangkut material buangan dari bukit, mengangkut batu dan bata merah, menyiapkan kayu-kayu, serta memecah batu. Sementara sang arsitek sibuk mengutak-atik desain hingga sempurna. Hasil dari pekerjaan itu ialah Benteng Karang Bolong yang saat ini bisa kita saksikan masih menyisakan sedikit aroma kejayaan masa lalu.

Benteng Karang Bolong sebenarnya terdiri atas beberapa komponen yang letaknya menyebar. Bangunan inti berupa menara persegi yang seolah-olah muncul dari dalam bukit. Bangunan lainnya berupa bungker dan pos jaga.

Jika melalui rute yang umum –belum diketahui alur pendaratan pasukan ke dalam benteng pada masanya dulu- bangunan yang pertama kali dijumpai ialah bangunan persegi panjang dengan pintu utama berbentuk lengkung (arc). Bangunan ini mempunyai dua ruang dengan langit-langit lengkung yang dihubungkan oleh sebuah bukaan (opening) yang juga lengkung. Dinding bangunan dilengkapi dengan lubang bidik (loophole).

Tidak jauh dari bangunan pertama –ke sisi barat- terdapat sebuah bukit yang telah mengalami pengerjaan di berbagai sisi. Tubuh bukit diolah menjadi ruang bawah tanah, lantai dasar dengan tiga ruangan kecil dan dua ruangan besar yang diapit oleh dua terowongan, dan lantai mezanin dengan sebuah ruangan. Untuk mencapai mezanin terdapat tangga sebagai akses penghubung. Begitu pula ketika akan naik dari mezanin ke menara, juga dihubungkan dengan tangga.

Pada menara terdapat satu ruang utama dengan dua ruang pendamping. Antar ruang disekat dinding bata dengan ketebalan 1, 25 m. Lantai menara ini menggunakan bata merah. Sebenarnya terdapat tangga sebagai akses menuju bagian atas menara, namun saat ini kondisinya sudah rusak sehingga tidak dapat dilalui lagi.

Enam pos jaga dibuat dengan memotong tubuh bukit. Semuanya menghadap ke akses jalan utama. Komponen lain yang masih bisa dijumpai ialah bungker. Terdapat beberapa bungker di sekitar menara utama ini. Ada bungker yang berfungsi sebagai sarana pertahanan yang dilengkapi dengan meriam (tentunya meriam sudah tidak dijumpai lagi), berdenah persegi. Sementara itu ada juga bungker yang dibuat untuk kepentingan logistik sehingga tidak ditempatkan meriam di dalamnya, berdenah persegi panjang. Bungker-bungker ini kemungkinan besar dibuat oleh Jepang saat perang dunia II, namun tidak sempat digunakan karena Jepang sudah menyerah sebelum pasukan sekutu tiba di Jawa.

Benteng Karang Bolong dengan menaranya, terbilang satu-satunya benteng pertahanan pesisir yang masih ada yang mengacu pada aturan-aturan militer semasa Napoleon atau masuk ke dalam era Napoleonic Style. Lebih khususnya lagi, Benteng Karang Bolong masuk kategori tipe Tour Modèle. Era Napoleonic Style ditandai dengan sebuah ekspresi untuk menciptakan kemegahan atau keagungan. Meski demikian, bentuk benteng pada era ini secara garis besar masih dipengaruhi oleh konsep Montelembert –Marquis Marc René de Montalembert (1714-1800) seorang ahli benteng yang memperkenalkan konsep New Fortifications-. Konsep Montalembert yang diadopsi antara lain seperti penggunaan menara artileri masif, penggunaan batu dan bata merah pada casemate (1) berkubah, penggunaan unsur lengkung, dan peningkatan penggunaan caponier (2), adanya ruang bawah tanah, serta pembangunan gudang senjata yang mampu melindungi prajurit dari serangan musuh. Penerapan yang dikenakan di Benteng Karang Bolong hanya beberapa konsep saja.

Napoleonic Style ini masuk dalam jajaran The French Imperial Military yang menolak bentuk-bentuk kuno. Maka wajar saja jika pada beberapa pintu di benteng ini terdapat penggunaan unsur semacam entablature (3) meskipun sangat sederhana.

Cerita tentang Tour Modèle ini tidak dapat dilepaskan dari kebesaran seorang Napoleon Bonaparte. Saat itu, pada 1805 Napoleon kalah pada peperangan Trafalgar. Prancis semakin mantap kehilangan harapan atas supremasi laut. Harus diakui bahwa Napoleon memang seorang ahli strategi perang darat yang tangguh, ia termasuk ahli artileri terbaik yang pernah ada di dunia. Namun, sayang sekali bahwa Napoleon sangat miskin strategi untuk urusan perang di laut. Ia tidak mampu menyusun kembali kekuatan laut Prancis. Oleh sebab itu, Komisi Pusat Perbentengan Prancis turun tangan dengan membuat standar baku sistem pertahanan pesisir.

Terinspirasi oleh arsitek Mareschal pada 1740 di Agde, Prancis Selatan, maka Komisi membuat semacam standar baku pertahanan pesisir. Namun, ada pendapat yang menyatakan bahwa sumber inspirasi standar baku desain sistem pertahanan pesisir itu muncul dari desain rumah benteng yang dibangun oleh Gaspard Joseph Chaussegros de Levy di Kanada pada sekitar 1750an. Desain baku itu juga mempunyai kesamaan dengan desain-desain bangunan benteng pesisir yang dihasilkan oleh Vauban semasa rezim Louis XIV.

Tour Modèle merupakan desain baku dengan standar yang lebih rendah yang dibuat oleh Komite dan langsung disetujui Napoleon pada saat itu juga. Tour Modèle berupa bangunan pertahanan pesisir berbentuk menara persegi yang terbuat dari bata merah dengan beberapa varian. Menara persegi ini mempunyai dua fungsi, yaitu pengawasan dan pertempuran. Menara ini dikelilingi oleh sebuah parit yang dilintasi oleh jembatan “tarik” sehingga aman dari serangan. Pada bagian atas menara terdapat ruang terbuka yang dilengkapi dengan empat senapan yang disiapkan di kereta Gribeauval (4). Salah satu contoh benteng yang masih bagus ialah Fort de Hel di Belanda.

Menurut standar yang ditetapkan, untuk membangun menara ini dibutuhkan biaya yang sangat mahal dan tenaga kerja yang sangat besar. Benteng Karang Bolong sendiri dapat dimasukkan ke dalam kategori kelas pertama menurut kelas pembangunan yang ditetapkan oleh Komisi –pada 1841- karena di benteng ini ditempatkan sebuah garnisun yang terdiri dari 150 orang.

Benteng Karang Bolong aktif digunakan sebagai sistem pertahanan di Cilacap saat agresi militer 1947. Saat itu benteng dipertahankan oleh pejuang Indonesia dan beberapa tentara Jepang, yang diblokade dari pintu masuk pelabuhan. Antara 29 Juli dan 3 Agustus, kapal perang Belanda mengebom benteng. Angkatan laut Belanda mendarat dan menghancurkan senjata-senjata. Kira-kira 20 pejuang tewas saat kejadian itu.

Setelah peristiwa agresi militer benteng tidak digunakan lagi untuk aktifitas perang. Sesekali benteng dan sekitarnya dijadikan tempat untuk latihan para pecinta alam. Selebihnya, hanya wisatawan –dalam jumlah terbatas- dan orang-orang berkepentingan “khusus” yang datang ke sini. Sangat jauh status nasibnya jika dibandingkan dengan Fort de Hel di Belanda yang terhitung masih satu keluarga –sama-sama benteng tipe Tour Modèle-. Fort de Hel mengalami revitalisasi yang mampu memberikan daya “hidup” baru pada benteng. Berbagai acara digelar di sana, mulai dari kegiatan seni dan budaya, kursus evakuasi, aktivitas pendidikan, kegiatan outdoor, bahkan acara barbekyu bisa dilakukan di benteng. Fort de Hel seakan tak pernah sepi. Saya hanya bisa berharap suatu saat nanti Benteng Karang Bolong bisa menjejaki kesuksesan saudaranya itu. Ia menjadi sebuah monumen yang memang telah mati namun daya “hidup”nya yang baru justru semakin menawan orang-orang untuk berkunjung.

Menara Benteng Karang Bolong

Bagian dalam menara

Parit menara

Unsur lengkung di dalam ruang menara

Akses menuju bagian atas menara

Jendela bidik pada menara

Bukit yang sudah dipapras (di atasnya menara)

Tangga menuju mezanin dan menara

Akses menuju terowongan

Akses ke ruang bawah tanah

Bukaan pada ruang bawah tanah (opening)

Pos jaga yang memanfaatkan bukit

Semacam "entablature" di bagian atas pintu

Pos jaga yang terhubung dengan akses menuju terowongan

Salah satu bangunan pertahanan di Karang Bolong

Pintu lengkung pada salah satu bangunan pertahanan

Bagian dalam satu bangunan pertahanan

Lubang bidik

Tampak luar jendela bungker

Sisa meriam

Sisa meriam

Pantai Karang Bolong


Catatan:
(1) Casemate merupakan ruang lengkung untuk menempatkan meriam dan penembaknya. Pada bentuk awalnya casemate bermasalah dengan ventilasi karena bentuknya seperti ruang gelap yang lembab, seperti gua. Namun, pada perkembangannya casemate tidak didesain tertutup.
(2) Caponnier merupakan struktur pertahanan yang dirancang untuk dilalui pasukan tembak. Bentuknya menyerupai terowongan, biasanya ditempatkan di parit.
(3) Entablature merupakan struktur yang terdapat di atas kolom di antara capital (bagian teratas kolom) dengan atap, terdiri dari cornice (bagian atas), frieze (bagian tengah), architrave (bagian bawah).
(4) Jean-Baptiste Vaquette de Gribeauval (September 1715 – Mei 1789) ialah guru Napoleon saat masih menjadi calon perwira. Gribeauval banyak melakukan reformasi pada sistem pertahanan Prancis yang memberikan kontribusi besar bagi kejayaan Revolusi Prancis.

Sumber Bacaan:

Ching, Francis. D.K. 1995. A Visual Dictionary of Architecture. Kanada: John Willey & Sons, Inc.

Lepage, Jean-Denis G.G. 2010. French Fortifications, 1715-1815: An Illustrated History. Amerika: McFarland & Company, Inc.,Publishers.

Zuhdi, Susanto. 2002. Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Cilacap Lecture oleh Hans Bonke, 2008.

http://www.subterraneanhistory.co.uk/2007/05/caponier-chatham.html

http://www.fortdehel.nl/home



Comments

Popular Posts