Anyer – Panarukan: Catatan Perjalanan yang Belum Usai [1]

Rute Anyer - Panarukan

Hingga kini rasanya masih tak percaya. Bahwa saya bisa menunaikan keinginan sejak kuliah dulu. Menyusuri jalan raya pos dari Anyer hingga Panarukan. Meskipun dalam praktiknya saya baru menempuh jalur Anyer – Surabaya. Namun, momen perjalanan itu sangat berarti bagi saya.

Pada 16 Januari 2011, mimpi untuk melakukan ekspedisi Anyer – Panarukan iseng saya lontarkan kepada seorang teman. Waktu itu saya sedang menemaninya menunggu angkutan pulang. Kami berbincang di depan Ratu Plaza yang sudah mulai sepi. Entah kenapa obrolan akhirnya jadi tertuju pada mimpi saya yang sudah serupa mimpi dalam arti yang sebenarnya. 

Anyer – Panarukan? Dengan moda transportasi apa? Mau ngapain aja? Untuk tujuan apa? Menjadi pertanyaan-pertanyaan awal ketika mimpi itu saya yakini akan mulai terwujud. Saat itu saya hanya menjelaskan singkat saja. Bahwa Anyer – Panarukan sama seperti ambisi pribadi untuk menelusuri lagi jalan yang masuk ke dalam mata kuliah namun tak pernah saya dekati. Sebenarnya ini mimpi iseng saja. Jika saya sudah lepas dari urusan kuliah, hal yang saya inginkan ialah berkelana menyusuri jalan raya pos. Sesederhana itu.

Lalu dengan transportasi apa? Awalnya kami mewacanakan angkutan umum. Tapi pasti akan keluar biaya yang sangat besar. Sementara ketika perjalanan itu dilakukan, saya sedang dalam kondisi tidak terikat pekerjaan alias pengangguran. Pastilah pilihan yang paling ekonomis yang akan saya pilih. Lalu tebersit ide untuk mengajak BT-X, motor setia saya yang masih di Jogja untuk mengantarkan saya menempuh kilo demi kilo jalan raya pos. Ya, masukkan ke kantong mimpi dulu. Namanya juga wacana, pikir saya saat itu.

Terus mau ngapain aja dan perjalanan ini untuk tujuan apa? Saya mengatakan bahwa perjalanan ini lebih menyerupai perjalanan spiritual personal. Yang saya cari mungkin hanya kepuasan batin. Bahwa saya berhasil mewujudkan apa yang sedari dulu saya impikan. Tidak ada tujuan khusus di sini. Saya hanya akan merekam dengan gambar, video, suara, dan tulisan tiap tempat yang saya singgahi. Keluarannya seperti apa masih belum terpikirkan.

Setelah itu saya iseng menawarkan teman saya untuk ikut dalam perjalanan ini. Entah tenaga dari mana yang mendorong saya melontarkan ajakan itu. Mengingat saya belum mengenal betul teman yang satu ini. Tapi toh saya tetap yakin untuk menawarkan perjalanan ini. Yang paling menggembirkan ternyata ia merespon positif tawaran saya. Ya, saya mendapatkan teman seperjalanan untuk menaklukkan rute yang dirancang Daendels itu. Betapa senangnya malam itu, serasa menyentuh bulan.

Setidaknya itulah gambaran jalan cerita percakapan malam hari di depan Ratu Plaza. Saya tak mencatat detail peristiwanya. Saya hanya menulis dalam catatan harian, “Sembari nemenin temen nunggu angkutan, mimpi touring Anyer – Panarukan tersingkap lagi.”

Kini, perjalanan sudah saya lakukan. Belum satu tulisan pun yang saya hasilkan terkait itu. Saya ini memang keterlaluan malasnya bahkan untuk pekerjaan menjahit serpihan-serpihan rekaman perjalanan. Dan saya merasa bersalah untuk itu. Untuk sebuah mimpi yang saya pelihara dan wujudkan, tak layak kiranya jika saya tak membuat "monumen" pencapaian. Maka, tulisan ini menjadi pembuka komitmen saya untuk menyelesaikan potongan demi potongan ingatan tentang tempat, peristiwa, dan manusia yang saya jumpai selama perjalanan panjang itu. (Inu)

Comments

Popular Posts