Anyer - Panarukan: Mercusuar Cikoneng 1806 & 1885 (6)


4 Juni 2011

Dari ketinggian ini kau bisa mengamati benda-benda kecil di bawah sana.

Sosoknya yang tinggi menjulang tampak menonjol dibandingkan dengan lingkungan di sekitarnya. Itulah dia, Mercusuar Cikoneng yang dibangun pada 1885. Akhirnya sampai juga kami di sini. Saya sudah tak sabar untuk berada di puncaknya dan mengamati lansekap Anyer dari atas. Tapi karena sudah lewat jam makan siang dan kami belum mengisi “bensin” maka kami putuskan untuk makan siang tak jauh dari Mercusuar.

Akhirnya, Mercusuar Cikoneng
Tak banyak pilihan, kami mencari peruntungan rasa di RM Karunia. Dari penampakannya warung ini pasti memasang harga yang bersahabat untuk pejalan kere seperti kami. Maklum, kami hanya akan menyisihkan anggaran berlebih untuk mencicipi kuliner lokal yang khas. Kalau makan biasa kami akan berusaha sehemat mungkin.

Saya mengambil lauk ikan jambal dan jeruk hangat. Rasanya biasanya saja. Agak kaget sewaktu membayar. Nasi rames jambal dan jeruk hangat dibanderol Rp 15.000. Tiba-tiba ingatan saya loncat ke warung makan Ibu Kali Besar di Kota Tua yang menyediakan menu makanan laut dengan harga terjangkau. Hiks, mahalnyo :(

Cuaca panas membuat kami tak langsung ke Mercusuar. Mengaso ditemani es kelapa muda di bawah rimbun pohon kersen sepertinya menarik juga. Kami pun singgah di Warung Keluarga yang menyediakan banyak stok kelapa muda. Papan nama warung sungguh mencolok mata. Latar merah dengan sekaleng Coca Cola di pojok kanan bawah. Sungguh, nama warung dan sponsor yang aneh.

Warung Es Kelapa Muda "Keluarga"
***

Ternyata saya “kecelik”. Mercusuar yang menjulang tinggi itu merupakan mercusuar baru yang dibangun pada 1885. Kalau tak awas maka bisa jadi kami menihilkan mercusuar awal yang lebih tua. Yang bisa jadi menjadi saksi bisu kedatangan Daendels di Pulau Jawa.

Mercusuar yang lebih tua itu dibangun pada 1806. Tersisa hanya bagian pondasi dengan diameter sekitar 6 m. Lokasinya menjorok ke laut. Mercusuar ini menjadi korban kedahsyatan letusan Krakatau pada 1883. Di tengah pondasi mercusuar itu ditempatkan penanda titik Nol KM Anyer-Panarukan beserta angka tahun 1806.

Penanda Nol KM Anyer
Tak ada orang yang bisa kami ajak ngobrol terkait dengan pondasi Mercusuar 1806 ini. Padahal saya penasaran sekali. Mercusuar 1806 ini pasti menjadi saksi sandarnya kapal yang mengangkut Daendels ke bumi Jawa. Sayangnya tak ada informasi apapun di sini.

Yah, saya pun harus puas dengan hanya mendokumentasikan sisa Mercusuar 1806 ini.

Akhirnya kami menuju ke Mercusuar 1885 atau dikenal sebagai Mercusuar Cikoneng. Ada juga yang menyebutnya sebagai Mercusuar Anyer.

Mercusuar Cikoneng 1885
Dari prasasti yang ada di atas pintu masuk, diketahui bahwa mercusuar ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Willem III. Mercusuar ini dibangun untuk menggantikan mercusuar berbahan batu (Mercusuar 1806) yang hancur akibat letusan Gunung Krakatau pada 1883.

Pintu masuk mercusuar
Kian mendekat ke mercusuar barulah saya sadari bahwa Mercusuar Cikoneng ini menggunakan besi baja sebagai bahan utamanya. Tentu saja agak mengagetkan. Biasanya saya menjumpai mercusuar berbahan dasar bata. Apakah ini ada kaitannya dengan letaknya yang dekat dengan sumber bahan baja?

Karena penasaran kami mencoba untuk masuk ke mercusuar. Tapi ada papan informasi yang menyebutkan “Selain Petugas Dilarang Masuk”. Setelah clingak-clinguk sebentar akhirnya seorang petugas menghampiri kami. Kami pun mengutarakan niat untuk menjelajahi mercusuar hingga ke tingkat paling atas. Ternyata si Bapak memperbolehkan dengan catatan mendermakan uang sejumlah Rp 2.000/orang.

Wow, satu demi satu anak tangga saya lewati. Lama kelamaan perjalanan menuju puncak ini terasa berat juga. Itu lantaran saya memanggul tas ransel yang beratnya setengah mati. Tiap kali mencapai lantai baru saya harus mengatur nafas dulu. Hehehehe,

Melirik dari jendela
Anak tangga tiap lantai bervariasi dari 14-17 anak tangga. Makin ke atas jumlahnya semakin berkurang. Di lantai 15 dan 16 dinding mercusuar terbuat dari kayu yang dilapisi baja di bagian luar. Namun, lantainya terbuat dari besi baja. Berbeda dengan lantai-lantai yang lain yang terbuat dari ubin.

Perjalanan berat saya akhirnya terbayar juga dengan pemandangan ciamik dari atas sini. Di lantai 16 terdapat pintu yang memungkinkan kita untuk memandang Anyer dari atas. Menara-menara telekomunikasi menyembul di balik rimbunnya pepohonan. Agak ke selatan terdapat hamparan luas sawah yang sebagian besar baru dipanen. Sementara itu bangunan-bangunan baru kian menggeser deretan pohon-pohon kelapa. Ya, Anyer memang sedang berkembang.

Jalan Raya Daendels yang mulus
Nun jauh di sana, di sisi timur. Cerobong-cerobong pabrik tak henti-hentinya mengalirkan gumpalan asap hitam. Pastilah itu berasal dari pabrik-pabrik yang tadi kami lewati. Sontak mengingatkan saya pada jalanan bopeng yang macet siang tadi.

Mbak Mel yang ternyata takut dengan ketinggian tak banyak “beraksi”. Ia hanya memotret dengan tenang. Setenang yang dia mampu. Tapi dokumentasinya lumayan banyak. Pasti berguna suatu saat nanti.

Railing di bagian luar lantai 16 ini dibuat dengan memasukkan elemen hias berupa ornamen floral. Cantik juga, seperti railing di beranda rumah-rumah Indis. Penyangga puncak mercusuar pun menggunakan motif floral yang ciamik.

Ornamen floral di lantai 16
Sungguh tempat yang strategis untuk memantau kedatangan kapal-kapal yang melintasi Selat Sunda. Satu di antara kapal-kapal itu mengangkut Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Marsekal Herman Willem Daendels, yang akan menggoreskan sejarah besar yang pahit di tanah Jawa.

Sementara itu, di atas pondasi Mercusuar 1806, dua orang anak sibuk bermain layangan. Asyik sendiri dengan tiga layangan yang ingin coba diterbangkan satu per satu. Tak jauh dari mercusuar, beberapa wisatawan  menghabiskan sore di Anyer dengan bermain voli. Sementara itu seorang wisatawan tampak tekun menyisir bibir pantai, melintas di depan pondasi Mercusuar 1806.

Sisa pondasi Mercusuar 1806 dilihat dari atas
Petualangan hari ini cukup sudah. Punggung saya butuh lahan rata setelah memanggul ransel super berat ke lantai 16 Mercusuar Cikoneng. Saya butuh rebah. Kami pun mencari tempat bermalam di Anyer.

Comments

Popular Posts