Jurnal Kopi

Kopi di atas tempat sampah (Salah satu hotel di Jogja, Mei 2013)
Cairan hitam pekat dengan aroma yang memikat ini sudah "meracuni" saya sejak kecil. Kala itu  
entah kenapa saya hobi meminum kopi dengan rasa yang manis. Saya defenisikan sebagai kopi cair  
dengan kandungan gula yang tinggi. Namun, setelah dewasa saya lebih memilih kopi dengan cita  
rasa yang pahit. Bisa jadi mencerminkan kehidupan saya saat ini. Pahit :)

Pahitnya kopi dalam arti yang sebenarnya juga mewarnai sejarah bangsa ini. Pada 1830 Pemerintah  
Kolonial Belanda menerapkan kebijakan Tanam Paksa. Intinya kebijakan tersebut mewajibkan rakyat  
untuk menanam tanaman komoditas ekspor. Kopi lantas muncul menjadi primadona karena memberikan  
keuntungan berlipat ganda. Namun, di sisi lain juga mengacaukan lingkungan serta tatanan sosial  
masyarakat. 

Lalu tahun demi tahun pun berganti. Pada akhirnya tanam paksa dihapus pada 1870. Namun, tanaman  
kopi tetap saja ditanam. Produk kopi lambat laun menjelma di dalam gelas-gelas yang jarang absen  
di warung-warung.Di Jawa, di Sumatera, di Sulawesi, di Flores, di banyak tempat. 

Kopi pun menciptakan pendukungnya sendiri. Minum kopi menjadi sebuah budaya. Tak hanya gosip  
antar teman yang menjadi bahan perbincangan di warung kopi. Namun, tak jarang ide-ide pergerakan  
lahir di warung kopi. Sebuah kajian yang pastinya sudah banyak diangkat oleh para peneliti  
sosial. Tapi saya kan bukan peneliti. Jadi, saya tak akan "cawe-cawe" di ranah itu. 

Saya mencoba berangkat dari kegemaran minum kopi. Lewat kacamata peminum kopi amatir, saya ingin  
membuat percobaan kecil terkait kopi. Hah, percobaan seperti apa? Katanya amatir? Apakah semacam  
riset untuk menemukan formula kopi bercita rasa unggulan? Atau penelitian mengenai sebaran  
warung kopi di Indonesia? Atau perkembangan budaya minum kopi dari masa ke masa? Ah, tentunya  
percobaan kecil saya ini murni iseng belaka. Tak ada landasan teori di dalamnya. Hanya sebuah  
hasrat terpendam untuk menyambangi tempat-tempat penghasil kopi dan warung kopi. Sebisa mungkin  
yang lawas dan legendaris tapi tak ada salahnya juga dengan warung kopi modern sebagai  
pembanding. Aktivitas super iseng ini sama sederhananya dengan jalan-jalan seperti yang sering  
saya lakukan.

Bisa jadi saya akan pergi ke pabrik kopi lawas yang tetap mempertahankan peralatan kunonya.  
Mungkin pula saya menyisihkan waktu untuk leyeh-leyeh di warung kopi. Hanya untuk mengamati  
perilaku para pecinta kopi menikmati kopi seruput demi seruput. Atau sekedar membeli produk kopi  
lokal untuk saya coba sendiri di kos. Setelah itu saya akan berceloteh ala kadarnya atau bahkan  
dengan sedikit banal memberikan komentar layaknya seorang ahli kopi.

Untuk kepentingan dokumentasi maka saya memilih rumah maya ini sebagai "tong sampah" perjalanan  
saya. Semua hasil penglihatan dan pendengaran tentang kopi akan saya tumpahkan di sini. Saya  
menamai "tong sampah" kopi ini dengan nama Jurnal Kopi. Sedikit berlagak serius untuk sesuatu  
yang tidak serius :)

Comments

Popular Posts