Kopi Warung Tinggi [Jurnal Kopi]

Penanda Kopi Warung Tinggi yang sangat kecil
Kopi Warung Tinggi begitu membuat saya penasaran. Sudah dari tahun kemarin saya ingin mampir. Tapi tak kunjung jadi karena merasa tak yakin dengan lokasinya.

Berdasarkan artikel yang saya baca, Kopi Warung Tinggi berada di Jalan Molenvliet Oost yang kini berganti nama menjadi Jalan Hayam Wuruk. Namun, setiap melintasi jalan ini kok rasanya saya tak pernah melihat tanda-tanda warung ini.

Kali ini saya mencoba bertanya ke Mbah Google dengan lebih sabar dan teliti. Akhirnya saya menemukan blog yang memuat foto papan nama “Kopi Warung Tinggi”. Dari foto tersebut saya hanya mereka-reka pastilah lokasinya tak jauh dengan Holland Bakery. Lebih tepatnya berada di sisi seberang Holland Bakery. Selanjutnya saya meminta bantuan Google Maps untuk menunjukkan lokasi Kopi Warung Tinggi.

Penanda Kopi Warung Tinggi, di seberangnya ada Holland Bakery (Foto diambil dari Utara)
Merasa cukup dengan bekal yang seadanya itu maka saya bersama seorang teman memulai pencarian Kopi Warung Tinggi. Kami naik Trans Jakarta dari Karet. Karena berasumsi bahwa lokasinya ada di Jalan Sekolah Tangki maka kami turun di Halte Sawah Besar.

Setelah bertanya ke beberapa orang ternyata Jalan Sekolah Tangki itu masih jauh dari Halte Sawah Besar. Lokasinya sebelum Hotel Jayakarta menurut seorang tukang ojek yang kami tanya. Jadi kami harus berjalan melewati dua halte :(. Harapan untuk segera menemukan lokasi Kopi Warung Tinggi semakin besar ketika kami menemukan Holland Bakery di ruas Jalan Gadjah Mada. Berarti tinggal sedikit lagi. Tak berapa lama akhirnya kami menemukan papan nama yang teramat kecil, “Kopi Warung Tinggi”. Akhirnya pencarian ini membuahkan hasil :). Jika petunjuk cukup jelas dari awal harusnya kami turun di Halte Olimo saja. Tak apalah, hitung-hitung olahraga :).

Angan-angan untuk nongkrong sembari menyeruput kopi panas racikan Warung Tinggi sebentar lagi akan terwujud. Pastilah nikmat sekali menikmati kopi di pabriknya langsung. Hmmm, terbayang pula ruangan beraroma kopi yang membuai indra penciuman.

Sekitar 30 m di sisi kanan (selatan) jalan terdapat sebuah rumah dengan banyak sangkar burung tergantung di depannya. Papan nama “Kopi Warung Tinggi” di pojok pagar mengesahkan bahwa di tempat inilah Kopi Warung Tinggi berada.

Toko Kopi Warung Tinggi
Tapi saya mulai curiga begitu masuk ke dalamnya. Wangi kopi memang memenuhi ruangan. Namun, hanya ada satu set meja kursi. Sama sekali tidak menggambarkan warung kopi atau kafe.
Ternyata angan-angan saya selama ini memang benar-benar khayalan belaka. Kopi Warung Tinggi memang bukan sebuah warung kopi melainkan toko tempat menjual kopi bubuk atau biji. Di sini pengunjung hanya membeli kopi mentah. Jadi rencana untuk menyeruput kopi gagal sudah. Ah, bodohnya saya.

Biji-biji kopi yang sudah disangrai dimasukkan ke dalam wadah kaleng dengan label jenis dan harga di bagian tutupnya. Ada lima jenis racikan kopi yang dijual, yaitu Rajabika, Arabika Spesial (A Spesial), Arabika Super (A Super), Arabika Extra (A Extra), dan Robusta. Saya memilih membeli kopi A Spesial dengan cita rasa pahit namun mengeluarkan aroma wangi. Satu onsnya dibandrol dengan harga Rp 14.000. Harga segitu masih belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kopi termahal di sini, yaitu kopi luwak, disusul dengan kopi jantan dan betina.

Sebenarnya saya berniat untuk membeli biji kopinya saja. Mengingat masih banyak kopi di kos yang belum saya habiskan. Jadi akan lebih awet jika kopi disimpan dalam bentuk biji. Tapi berhubung sekarang sedang jauh dari kos dan membutuhkan kopi maka saya meminta agar kopi pesanan saya digiling halus saja.

Kopi yang sudah ditimbang lalu dimasukkan ke mesin penggiling. Digiling sesuai pesanan, kasar atau halus. Setelah itu dimasukkan ke dalam kemasan yang sepertinya berbahan plastik perak. Pastinya dulu tidak menggunakan bungkus plastik. Menurut saya cukup disayangkan karena kelawasannya sedikit berkurang karena penggunaan kemasan baru.

Kemasan Kopi Warung Tinggi
Sembari menunggu kopi pesanan, saya memotret biji-biji kopi yang berada di dalam tampah. Penjaga toko mulai bertanya tentang kegiatan potret memotret itu. Sesuatu yang jamak dijumpai ketika sedang memotret. “Dari mana?” Kami pun mengaku sebagai turis biasa. Lalu penjaga toko dengan sopan mengarahkan kami untuk langsung menemui pemilik Kopi Warung Tinggi. Dia berpendapat bahwa pemiliknya dapat menceritakan banyak hal tentang sejarah kopi ini. Setelah itu barulah kami dapat memotret dengan leluasa. Intinya seperti teguran halus agar kami meminta izin terlebih dahulu ke empunya Kopi Warung Tinggi.

Hal itu menyebabkan saya memasukkan kamera. Benar juga pendapat si penjaga toko. Mengingat Kopi Warung Tinggi sudah ada sejak 1878 dan menjadi salah satu produsen kopi tertua di Indonesia maka lebih baik kami sowan ke empunya dulu. Cerita tentang kopi ini jauh lebih berharga ketimbang hanya foto-foto saja, bukan? Maka kami putuskan untuk mencari waktu yang tepat untuk sowan. Setelah itu baru kembali lagi ke sini.

Kini rasa penasaran saya terhadap Kopi Warung Tinggi sedikit terpenuhi. Agar tuntas saya harus bertemu dengan Pak Rudy, empunya Kopi Warung Tinggi. Setelah itu kembali lagi ke Jalan Sekolah Tangki untuk memotret dan –kembali- memesan kopi 

Peta lokasi bisa dilihat di sini:
Warung dan Toko Kopi Lawas

Comments

Popular Posts