Kisruh Ucapan "Selamat Natal"
Sumber gambar: davginz.wordpress.com |
Saya memiliki satu kenalan yang sayangnya berpikir sempit tentang larangan umat Muslim memberikan ucapan selamat Natal kepada yang merayakan. Dia menulis dalam status FB-nya bahwa ia meminta maaf karena tidak dapat mengucapkan selamat natal ataupun maulid kepada yang merayakan. Alasannya sederhana, karena kedua hal itu tak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Saya tak akan berpanjang lebar untuk membahas statusnya yang sangat tidak logis itu. Hari ini adalah hari yang harusnya penuh kedamaian tapi ingin saya nodai sedikit atas nama egoisme pribadi. Hehehehe
Kebetulan teman tersebut pernah aktif di bidang jasa wisata. Suatu kali ketika perayaan waisak di Borobudur -2013- menjadi acara yang paling dicari oleh turis-turis ia pun bersama "biro" wisatanya menjual paket wisata menyaksikan waisak di Borobudur. Sebuah paket wisata yang tak pantas menurut saya.
Kemudian dengan sejuta alasan ia berdalih bahwa tak akan pernah lagi mengajak orang-orang datang ke Borobudur saat waisak. Tentunya setelah tahu dan mengalami sendiri dampak kunjungan wisatawan saat acara waisak di Borobudur itu sungguh tak menunjukkan etika yang seharusnya. Berbusa-busa ia menyampaikan penyesalannya di grup wisatanya.
Tapi yang saya ingat ia tak pernah melontarkan pendapat pribadi tentang perayaan waisak di status FBnya. Mungkin erat kaitannya dengan tingkat penjualan "tiket" paket wisata Borobudur, Yogya, dan sekitarnya yang ia kemas. Jadi tak ada masalah. Hari lahir Siddharta Gautama yang dirayakan oleh umat Buddha itu dianggap sah saja. Bahkan ia pun mengajak banyak orang untuk menikmati perayaannya di Borobudur. Sebuah momen langka yang punya nilai jual tinggi.
Syahdan ketika teman-teman Katolik merayakan natal di penghujung tahun ini, ia -dilengkapi dengan sejuta argumentasi- memasang status yang cukup "memancing" di FB. Sebuah status yang menurut saya tak perlu. Jika ia benar meyakininya maka cukup yakini saja dalam hati, tak perlu diumbar dalam bentuk pernyataan. Toh, ia harusnya sadar bahwa ia bukan siapa-siapa. Pun, jika ia orang penting sebaiknya disampaikan ke lingkungan kecilnya saja. Yang penting jangan sampai menyakiti pihak lain.
Bagi saya sikapnya cukup ironis. Apakah lantaran lokasi Larantuka yang begitu jauh dan pastinya paket wisata perayaan Natal ke sana akan sangat mahal sehingga baginya perayaan tersebut tak ada nilai ekonominya? Jadi, wajar saja jika ia dengan gampangnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tak perlu. Hmmm, bisa jadi keyakinannya lebih mudah goyah jika berkaitan dengan agama Katolik & Kristen. Tapi tidak dengan Buddha, karena itu lebih dianggap sebagai sebuah perayaan bernilai jual tinggi. Komoditas.
Comments