Anyer - Panarukan: Kontemplasi di Ruang yang Nyaman (7)

     
Salah satu gambaran kondisi jalan raya Anyer [4/06/2011]

Jalan yang kami lalui aspalnya mulai banyak yang terkikis bahkan lenyap. Menyebabkan kerikil-kerikil tercerai berai dan terkadang lubang menganga di sana sini. Tampaknya kami harus putar balik dan kembali ke arah kota.

Kami sedang mencari tempat untuk bermalam di hari pertama ini. Memang sudah dapat izin menginap di kantor WWF Ujung Kulon. Tapi berhubung berlum pernah bertandang ke sana maka kami pun cukup kesulitan untuk sampai dengan satu kali jalan tanpa nyasar.

Kata kunci yang ada pada kami lokasi itu berada di daerah Villa Admiral Resort Lippo Carita. Memang terlihat mudah untuk dicari. Namun pada kenyataannya kami tersasar cukup jauh. Setelah bertanya kepada beberapa orang akhirnya kami pun tiba di kawasan elit yang terkesan ditinggalkan ini.

Lepas magrib barulah kami tiba di Jalan Halmahera 9, tempat para pejuang badak bercula satu berkantor. Rumah dua lantai itu terlihat lebih terawat dibandingkan rumah-rumah lainnya di komplek ini. Mungkin karena masih digunakan sehingga terlihat memiliki nyawa.

Kami disambut oleh seorang asisten kantor, dipersilakan duduk sambil menunggu kedatangan temannya Mbak Mel.

Ternyata menunggu itu membutuhkan kesabaran ekstra. Saya sudah membolak-balik buku atau laporan kerja WWF yang ditaruh di ruang tamu. Sudah pula mengamati cinderamata badak bermotif batik yang terbuat dari kayu –yang mengingatkan pada karya teman-teman SD di Imogiri-. Namun, temannya Mbak Mel tak kunjung datang. Oh, lama sekali. Rasanya langsung ingin mandi dan tidur. Tapi tidur di mana?

Akhirnya dengan sedikit keberanian dan kelancangan, kami pun meminta izin untuk bersih-bersih diri. Setelah bersih kembali lagi menunggu di ruang tamu. Karena temannya Mbak Mel tak kunjung datang dan kemungkinan akan tiba di kantor larut malam maka kami dipersilakan untuk mengisi kamar di lantai dua. Pyuh, akhirnya.

Kontemplasi

Perjalanan hari ini menjadi perjalanan pertama saya menyusuri Serang dengan motor. Kali pertama pula menginjakkan kaki di mulut jalan raya Anyer-Panarukan yang tersohor itu. Rasanya perasaan campur aduk. Juga menguras tenaga dan menyebabkan perasaan tertekan.

Kami melewati banyak sekali gerai Alfamart dan Indomart. Kehadiran mereka bak jamur di musim hujan. Satu sama lain tak ingin jadi pecundang sehingga posisi mereka pun jadi tak masuk akal, lebih sering bersisian kalau tidak berdampingan. Pertarungan pemilik modal berkantung tebal yang mengorbankan kelangsungan hidup toko-toko kelontong.

Pasar tumpah membuat jalan yang sudah macet bertambah macet. Kehadirannya bak buah simalakama. Pengendara motor sejauh ini harus memasang toleransi yang cukup tinggi. Tidak bisa dipungkiri mereka menjadi salah satu urat nadi perekonomian mikro. Mungkin hanya butuh penataan saja –bukan penertiban-. Lagipula meskipun harus macet pemandangan ini menambah warna dalam perjalanan kami. Cukup egois dari sudut pandang “wisatawan” yang tak merasakan dampak kemacetan ini setiap harinya.

Macet tak dapat dihindari pula di sekitar Alun-alun Serang. Deretan pedagang, juga motor dan mobil yang diparkir di bahu jalan jelas membuat kami melaju seperti siput. Urusan parkir kendaraan bermotor –terutama motor- ini memang menjadi satu masalah yang tak kunjung henti.

Lihatlah, hari ini kami menjadi saksi tentang hancurnya jalan raya Anyer. Buruk sekali. Beberapa artikel yang saya baca menyebut bahwa perbaikan jalanan ini sudah menjadi agenda tahunan. Tahunan? Iya, sama seperti perbaikan jalan di Pantura –yang juga termasuk rute lawas Anyer-Panarukan-. Kondisi jalan yang babak belur ini disinyalir menjadi salah satu sebab turunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Anyer. Di sisi lain yang tak kalah penting ialah akses warga lokal terhadap jalan pun menjadi terganggu. Apakah jalan raya yang diprakarsai oleh Daendels ini sekarang hanya ditujukan untuk truk-truk industri saja?

Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi saya tentang sumbangsih pabrik-pabrik terhadap jalan yang mereka gunakan untuk distribusi produk. Apakah pajak yang mereka bayarkan setimpal dengan dampak negatif yang mereka hasilkan? Jika iya kenapa jalan harus didandani setiap bahkan sepanjang tahun? Atau lagi-lagi ini hanya permainan pemerintah. Entahlah.

Seorang polisi menyuruh kami untuk menggunakan bahu jalan yang tak diaspal. Badan jalan sudah penuh terisi kendaraan-kendaraan besar yang nyaris tak bergerak. Di titik lain, jalan yang harusnya dua arah tiba-tiba menjadi satu arah. Saya pun harus bermanuver dengan sedikit tak terkendali. Menyelip di antara truk dan mobil untuk kembali bergabung bersama rekan pengendara motor yang lain di bahu jalan. Setelah cukup lama bermanuver akhirnya kami tahu penyebab kemacetan parah siang ini. Jalan raya ini sedang mengalami pembetonan. Saya teringat pernyataan banyak orang bahwa jalan yang dibeton akan lebih awet ketimbang yang diaspal. Kita lihat saja lah.

Yang tertekan karena kemacetan ini bukan hanya sopir. Penumpang pun sama suntuknya. Kami menjumpai beberapa penumpang dan sopir memutuskan untuk keluar dari mobilnya, menghirup udara yang sedikit lebih segar.

Tapi Anyer tetaplah Anyer yang masih menyisakan sisa masa lalu di sana sini. Terhimpit di tengah deru industri yang terus menyerang tanpa henti. Saya masih bisa jumpai seekor kerbau berusaha mengadu nasib, merumput di tepi jalan dengan latar belakang pabrik dengan instalasi kabel dan kawat dimana-mana.

Dan sepanjang perjalanan hari ini saya memang lebih banyak mengumpat karena kondisi jalan yang super buruk. Sungguh sebuah perjalanan darat yang menguras energi dan membuat batin tertekan.

****
Kamar yang kami tempati terhitung luas sekali. Dengan kamar mandi di dalam. Kasur empuk ukuran “king size” dengan bantal yang banyak. Juga dilengkapi pendingin ruangan yang terbukti membuat saya seperti tidur di dalam lemari es. Mungkin ini akan menjadi tempat penginapan yang paling mewah buat kami sepanjang perjalanan. Jadi, nikmati saja :)

Memoar Anyer, 4-5 Juni 2011

Tempat tidur melepas lelah perjalanan "gila" seharian [5/06/2011]

Kamar yang dilengkapi dengan pendingin ruangan :) [5/06/2011]

Kami di depan kantor WWF Ujung Kulon [5/06/2011]
Saya narsis di depan papan nama WWF Ujung Kulon [5/06/2011]

Situasi menuju kantor WWF Ujung Kulon [5/06/2011]

Comments

Popular Posts