Surat Untuk Penguasa Hutan

Kepada penguasa hutan
di tempat


Hai penguasa hutan, 

Ingatan-ingatan yang berlompatan ternyata cukup menyakitkan ya. Alurnya berantakan. Aku sebenarnya tak begitu suka. Tapi mereka berdatangan seperti air bah. Tak bisa kubendung. Apalagi kepingan yang membuat aku terpojok. 

Di sana aku melihat diri sendiri. Betapa mengerikan ketika menyadari bahwa diriku ialah pengumpat sejati. Tak terhitung berapa banyak yang sudah menjadi korbanku. Aku ini pemarah yang mewarisi api. Semua energi kuhabiskan untuk memaki saja. Iya, hanya itu yang kulakukan. Setelah lelah barulah aku mengeluh. Namun semua sudah luluh lantak. Dan aku tak bisa membangunnya kembali.

Jika kepingan manis seperti permen yang datang. Maka senyum-senyum saja kerjaku. Tapi tak lama. Setelah itu kembali sakit. Perih juga ternyata melihat kepingan yang menyenangkan hilir mudik di depan mata. Mungkin karena waktunya telah lampau. Sementara saat ini tinggal aku sendiri. Aku yang mewarisi api.

Hai penguasa hutan, 

Sejak kemarin rasanya aku tak punya denyut hidup lagi. Kapalku hancur dihantam gelombang. Bahkan sepapan pun aku tak bisa jumpai lagi. Maka saat yang kubenci pun tiba. Aku panik dan tenggelam. Nasib hidup di tepi sungai tapi bagaikan kucing yang malas menyentuh air. Kini kutelan sendiri hasilnya. 

Aku takut menutup mata. Kulihat saja gelembung-gelembung air menari-nari. Tapi tak kulihat ikan, terumbu karang, dan kawan-kawan laut lainnya. Mungkin mereka bersembunyi karena aku mewarisi api. Lalu aku teriak, "Hei, bukankah apiku padam ditelan lautmu?" Sia-sia, tak ada jawaban. Hampa.

Kucoba menutup mata. Tapi itu lebih buruk. Telingaku diserbu suara-suara yang dulu kerap menemani perburuanku. Bising sekali. Tapi suara itu mampu melemparku.

Hai penguasa hutan,

Tak adakah tempat yang lebih baik dari gerbong kereta untuk meresap sekeping nostalgia? Tapi kenapa pula aku ajukan pertanyaan bodoh itu. Toh nostalgia bercita rasa manis atau pahit sama tajamnya. Sama sakitnya. 

Hai penguasa hutan,

Aku sudah lelah menulis. Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa aku masih punya satu kesempatan untuk meminta: Buatlah aku lenyap tak berbekas.

Comments

Popular Posts