Tak Pernah Bosan ke Prambanan
Hari biasa saat tepat mampir ke Prambanan. Sepi! |
Panas menggigit siang itu. Sialnya saya lupa bawa topi.
Padahal harus keliling Kompleks Candi Prambanan. Ramalan sakit kepala seketika
berkelebat di pikiran.
Tak terhitung lagi sudah berapa kali saya “main” ke
Prambanan. Rasanya jauh lebih sering berkali lipat ketimbang dulu kuliah. Tiap
kunjungan saya selalu mendapatkan hal baru. Hanya dari mengamati relief.
Cerita yang sedang saya dalami ialah Ramayana. Jadi, hingga
sekarang “jumpa kangen” selalu dilakukan di Candi Siva dan Brahma. Relief
Krsnayana mungkin akan saya datangi lain waktu. Tentu saja mereka tak kalah
menarik dengan Ramayana.
Panil demi panil saya sisir. Kali ini saya menemukan tanaman
bunga bangkai dan jamur dipahatkan pada panil di dinding pagar sisi selatan.
Kok bisa baru lihat sekarang ya? Pertanyaan selanjutnya, mengapa Amorphophallus titanium yang dipilih
masuk dalam panil. Mengapa bukan tanaman suweg, misalnya? Lalu sepenting apa
jamur hingga menyisip di sela-sela ekosistem hutan tempat Rama menaklukkan
Parasurama?
Latar belakang pemilihan objek-objek pendamping yang akan
ditampilkan dalam relief bagi saya hingga kini masih misteri. Semuanya penuh
interpretasi. Apakah dasar pemilihannya karena lekat dengan keseharian
masyarakat Jawa Kuna saat itu? Ataukah karena punya nilai penting tertentu?
Tak hanya kehadiran makhluk baru yang tertangkap mata saya.
Lagi-lagi saya berlama-lama di satu panil yang menggambarkan teknologi taman
masa seribu tahun yang lalu. Mereka menggambarkannya dengan sangat detail.
Seakan paham bahwa keindahan masa lalu yang satu ini harus dapat disaksikan
oleh generasi satu millenium mendatang.
Nah, tersebab oleh objek-objek pendukung dalam panil itulah
mengapa saya tak akan protes jika diminta main ke Prambanan. Saya tak pernah jemu
ketika berlama-lama mengamati satu panil relief. Meskipun adegannya tak akan
pernah berubah dan tokoh-tokohnya tak mungkin nambah. Namun, selalu ada
keasyikan saat menatap pahatan di atas andesit itu.
Comments