Mengunjungi Wajah Baru Museum TNI AD Dharma Wiratama
Pintu geser otomatik menyambut saya masuk ke bangunan yang
dibangun tahun 1904 itu. Sebelumnya saya melapor terlebih dahulu di pos jaga.
Seorang anggota TNI mengarahkan saya untuk mengisi buku tamu. Lalu dua menit
kemudian saya sudah berada di dalam ruangan Museum TNI AD Dharma Wiratama.
Mungkin saya pengunjung pertama hari itu. Pkl. 09.00 sudah
mengunjungi eks ruang kerja Oerip Soemohardjo dan Soedirman. Orang macam apa
yang sepagi itu sudah ada di museum? Bukan petugas museum pula! Tapi kerugian
sebagai pengunjung pertama saya rasakan kemudian. Banyak alat-alat yang belum
dinyalakan. Sehingga bunyi mesin parfum otomatis pun cukup menganggetkan saya
yang seorang diri di tengah diorama Palagan Semarang.
Di depan instalasi seni yang tersusun dari ratusan pucuk senjata,
saya termangu. Apa tujuan dari koleksi dengan tata pamer seperti ini? Informasi
yang tertera pada label koleksi hanya berupa jumlah senjata yang dipasang. Ada
lebih dari 600 pucuk senjata. Mungkin sang pencetus terinspirasi dari “Iron Throne”nya
Game of Thrones. Tapi sungguh saya tak paham maksudnya. Beberapa portal berita
mengutip pernyataan pihak museum bahwa instalasi itu bertujuan untuk spot ‘Instagramable’.
Banyak hal baru dari museum milik TNI ini. Tentu saja sangat
jauh berbeda dengan apa yang saya lihat beberapa tahun silam. Dulu, koleksi
dipajang di dalam vitrin kaca dengan pencahayaan yang menyedihkan. Kini, semua
tampak baru. Namun, memang masih didominasi oleh diorama. Meskipun menggunakan action figure yang bagus.
Ada pula beberapa alat yang ketika ditekan akan muncul di
layar dilengkapi dengan suara narator. Mirip adegan di film-film sci-fi. Tapi, menurut saya eksekusinya
cukup gagal. Karena narator yang mencoba menyerupai suara robot ini hanya
membaca teks yang muncul di monitor. Teks itu juga bisa kita baca. Apakah kita
diajak untuk membaca bersama di sini? J
Teknologi lain yang juga dibanggakan di sini ialah
penggunaan AR (Augmented Reality).
Pengunjung yang dengan sensor dapat ‘masuk’ ke layar besar itu punya kuasa
untuk bergaya atau menjadi patron yang diikuti figur fiksi ala AR. Saya sih
termasuk pengunjung yang kurang begitu tertarik dengan penggunaan AR ‘permukaan’
seperti ini. Tapi bisa jadi banyak pengunjung lainnya bahagia dengan penemuan
terkini abad ini.
Masih banyak yang kosong di plot atau alur cerita yang coba
diangkat di museum ini. Teramat banyak hal yang belum dimunculkan. Sangat
disayangkan sih, mengingat dari segi tampilan sudah berbenah jauh lebih baik.
Saya tak akan menyinggung proses partisipatif atau interaktif di sini. Masih
agak jauh meskipun museum sudah mencobanya.
Walakin, museum ini setidaknya sudah mencoba berbenah. Hal
yang patut diapresiasi ketimbang membangun museum baru. Sepertinya saya akan
berkunjung ke sini beberapa kali untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda.
#KontendiSekitarmu #Hari14
*Ulasan lengkap akan saya bagi di tempat kerja.
Comments