Obat Instan Bernama Gibah


Seharian ini saya bekerja di luar 'kantor'. Saya memilih sebuah tempat nyaman di dalam Benteng Keraton Yogyakarta. Dengan minuman berbahan kopi yang enak. Juga suasana rumah lawas dan musik yang nyaman. Oh, tentu saja harganya bersahabat.

Saya datang sekitar pkl. 10.30. Saya jadi pengunjung pertama kafe itu. Tak lama kemudian seorang teman ikut bergabung. Jadi, hingga pkl. 13.00 hanya ada saya, teman, dan seorang barista di tempat itu. Nyaman bukan?

Saya pikir tak ada salahnya bekerja di luar sesekali. Meskipun mengeluarkan biaya yang lumayan ketimbang saya berada di SOHO. Rasanya lebih segar saja, meskipun setelah dijalani capek yang dirasakan jauh lebih banyak ketimbang bekerja di rumah. Mungkin karena saya tak banyak bergerak. Juga berada di dalam ruangan ber-AC. Dan mengurangi porsi minum. Itu beberapa hal yang saya duga menjadi penyebab rasa letih yang lebih banyak ini.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, seorang teman di tempat jauh menghubungi saya. Ia bercerita tentang pameran fotografi yang mengangkat tentang tema manusia dan tanah. Tapi yang ia sayangkan, foto-foto yang dipajang kering. Tak ada gregetnya. Padahal yang mendanai acara itu ialah LSM besar yang punya reputasi bagus. 

Teman saya tadi mengoceh bahwa selain tak mendapatkan kisah di balik foto, ia juga menilai fotonya tak bagus-bagus amat. Sulit juga jika menilai foto yang katanya mewakili seribu kata. Kalau fotonya benar-benar bagus mungkin bisa mewakili lebih dari seribu kata ya. Tapi kalau fotonya kering dan tak jelas ingin menyuarakan apa, bisa jadi malah foto itu membungkam pesan yang ingin disampaikan. 

Percakapan lewat telepon WA itu menjadi pengantar gibah hari ini. Tentu saja gibah yang saya maksud bukan gibah sesuai arti harafiahnya yang termaktub di KBBI. Gibah di sini berarti membicarakan orang lain, tak melulu tentang keburukannya. Melainkan tentang pertanyaan-pertanyaan yang tersimpan di kepala lalu dibahas bersama teman-teman. Misal, pertanyaan tentang "Mengapa dia tak diundang ke pesta si A, padahal sepertinya dekat?"

Jelang sore, beberapa teman bergabung bersama kami. Di dalam ruangan kafe itu kini kian ramai. Ada tiga meja lainnya yang juga terisi. Kami berbincang dengan volume suara serendah yang kami bisa. Agar tak mengganggu meja yang lain. Saya yakin, jika gibahnya di SOHO, maka tetangga samping juga pasti dengar suara tawa kami.

Bertemu teman, berbincang, mendengarkan, mencurahkan isi hati, mungkin bisa jadi obat instan saat diri merasa bosan atau dalam kondisi tertekan. Bagi saya efeknya nyaris sama seperti liburan. Apalagi teman yang ditemui itu sudah lama sekali tak bertatap muka. Pertemuan lima jam seakan mampu mengangkat beban diri meski hanya sejenak. Toh, besok pagi akan menghadapi masalah baru atau malah masalah yang itu-itu lagi.

Oleh sebab itu, perlu juga untuk menghemat waktu-waktu pertemuan. Bukan menghindari kebosanan. Melainkan agar punya banyak hal yang bisa dibagi dan dibicarakan bersama. Dan yang terpenting, pertemuan itu tak melulu tentang mendengar kisah satu orang saja, sementara yang lain hanya mendengarkan. 

#KontendiSekitarmu #Hari7

Comments

Popular Posts