Juara Dua Karena Batu Bara

Tangkapan Twitter @okkymadasari


Saat mampir ke Twitter, ga sengaja menemukan puisi ini. Ketika dibaca kok isinya ngena banget. Saking jlebnya seorang teman menyangsikan apakah puisi ini benar Dek Wahyu Hendrawan yang membuat puisi ini? 

Saya sih maunya percaya aja lah ya. Pasalnya cerita Dek Wahyu mengingatkan saya pada satu masa ketika teman-teman di Muarajambi menghadapi hantu bernama batu bara. Ternyata saat saya berselancar malam ini masalah akibat batu bara masih terjadi. 

Sebuah kebetulan lagi karena malam ini saya "dites". Kira-kira begini pertanyaannya,"Misal, Jaladwara diminta jadi narasumber untuk acara pariwisata. Tapi donornya Pertamina. Kira-kira kamu mau ga?" Pertanyaan macam apa itu. Hahaha. Meskipun awalnya jawaban saya terkesan abu-abu tapi toh pada akhirnya saya jelaskan juga bahwa sikap kami jelas. Jaladwara tidak akan menerima kerja sama dengan perusahaan tambang, rokok, dan otomotif. Sungguh sebuah sikap yang bikin kami ga kemana-mana. Hahaha. 

Jadi ingat pada 2018 pernah dideketin sama penyelenggara tur di isu pendidikan yang mau bawa anak-anak Papua plesir ke Jogja. Usut punya usut itu sekolahnya Freeport. Ya wassalam selamat tinggal dan terima kasih.

Saya juga ingat dulu seorang teman yang kerja di Newmont meminta Jaladwara untuk mengurus program plesir karyawannya di Jogja. Tentu saja kami tolak tapi tidak dengan marah-marah. Dan dia sangat memahami sikap kami.

Lalu, kenapa kami memilih jalan yang sunyi tak bergelimang duit seperti ini? Tentu saja lagi-lagi ini soal moral dan juga tentang keberpihakan. Ada berapa banyak korban -manusia & lingkungan- yang berjatuhan akibat praktik eksploitasi perusahaan-perusahaan di sektor yang sudah saya sebutkan tadi? Meskipun dalam koridor profesionalisme, apakah kami tega menikmati uang dari hasil penindasan terhadap manusia lainnya? 

Makanya, saya selalu pegang celetukannya Rendra, "gagah dalam kemiskinan". Meskipun tidak tahu juga akan sampai kapan. Tapi selama miskin dan kaya itu tergantung bagaimana cara pandang kita, rasanya saya -kami- masih akan lama memegang prinsip "katakan tidak" untuk dana dari perusahaan tambang, rokok, dan otomotif. Omong-omong, hidup kok ribet banget ya? Hahaha. 

Comments

Popular Posts