Predikat & Kebanggaan Semu


Apakah kamu tahu batik sudah masuk menjadi warisan budaya takbenda UNESCO? Jika kamu tahu, apakah kamu merasa hal itu berdampak pada kehidupanmu? Atau apakah punya efek pada nasib batik, para pembatik, atau pemakainya dalam keseharian?

Perjumpaan saya dengan dunia batik beberapa bulan belakangan memberikan perspektif baru. Saya menjumpai pernyataan-pernyataan yang berwarna terkait batik dan sertifikat level planet Bumi yang melekat padanya. Sebagian bangga meskipun melihat perjuangan yang tidak gampang untuk mempertahankannya. Sebagian lagi menganggap bahwa ada yang tidak sinkron antara predikat dengan kenyataan.Bahwa, kita lebih banyak meromantisasi batik ketimbang benar-benar memperjuangkannya.

Sungguh, jika kamu punya waktu untuk menelisik poin-poin yang menyebabkan UNESCO meloloskan batik maka kamu pasti akan bertanya-tanya seperti saya saat ini. Setidaknya kamu pasti akan mengajukan pertanyaan klarifikasi & implikasi. 

Predikat-predikat nan bergengsi ini nampaknya jadi semacam ambisi bagi pihak yang punya otoritas. Selain dapat digunakan senjata sakti jika ada klaim dari orang lain. Juga digunakan untuk pantas-pantasan. Ini lho Kota A sudah dapat sertifikat atau predikat dari lembaga internesyenel sebagai "Kota Paling Berbudi di Dunia".

Lantas jika sudah mendapatkannya terus mau ngapain? Apakah sertifikat itu dapat jadi jaminan untuk meningkatkan kualitas hidup misalnya. Atau menguatkan jati diri yang kian pudar. Untuk kasus batik, berapa banyak warga negara ini yang berdarah Jawa misalnya, menempatkan batik sebagai bagian dari daur hidupnya? Berapa banyak dari kita yang menggunakan batik dalam keseharian? Berapa banyak dari kita yang mengkonsumsi kain bermotif batik alih-alih batik tulis, cap, atau kombinasi? Cinderamata batik kategori apa yang dimasukkan ke dalam daftar pertanyaan saat BPS melakukan survei pada wisman yang hendak keluar dari Indonesia? Apa saja upaya pemerintah untuk menggeliatkan sektor industri batik?

Jadi, sudahlah. Selesai dengan perebutan serta ambisi untuk nominasi-nominasi jika itu hanya dimaknai sebagai simbol status belaka. Tanpa ada aksi nyata untuk misalnya, melestarikan batik tak jauh beda dengan bualan kosong di siang hari nan terik. 

Comments

Popular Posts